Mempersiapkan Generasi dan Pemimpin Berkarakter Islami

-139 Dilihat
Aris Faisal Djamin, SH

Oleh : Aris Faisal Djamin, S.H*

Ramainya kasus korupsi, operasi tangkap tangan (OTT) dan lain semacamnya yang ditangani oleh komisi anti rasuah Indonesia, membuat kita berfikir sejenak tentang perkembangan bangsa kita yang dimulai dari diri para pemimpin-pemimpin kita. Sadarkah kita bahwa selama ini pendidikan karakter itu sangat penting? Bagaimana dengan sikap integritas pemimpin-pemimpin kita dalam menjalankan roda pemerintahannya?

Dalam hukum Islam, perbuatan tindak pidana korupsi disebut ghulu, yaitu tindakan pengambilan sesuatu yang ada dibawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syariat. Namun cukup disayangkan perbuatan korupsi tersebut terus menjamur di negeri yang penduduknya mayoritas muslim ini, apakah ini sebuah kemunduran dan bagaimana mengatasinya?

Baca juga

Salah satu metode yang amat ampuh adalah, mempersiapkan generasi pemimpin yang berkarakter dan berjiwa religius. Hal ini bukanlah sebuah tindakkan yang tabu dalam Islam, jika kita membuka kembali tulisan sejarah-sejarah kegemilangan Islam, kita dapatkan bagaimana metode-metode yang dilakukan oleh Dinasti Ottoman atau Turki Ustmani dalam mempersiapkan pemimpin-pemimpin mereka, hingga salah satu tujuan mereka menguasai Konstantinopel itu terwujud pada tahun 1453.

Penaklukkan yang di pimpin oleh Sultan Mehmed II atau yang kita kenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih bukanlah sebuah peristiwa kebetulan, akan tetapi hal tersebut telah Rasulullah saw sampaikan jauh sebelum Ottoman bediri, Rasulullah saw bersabda; “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah penakluknya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya”. H.R. Ahmad.

Jika kita pelajari lebih mendalam, maka hadis ini menunjukkan standarisasi seorang pemimpin. Jika tidak dibahas secara mendalam, maka kita lihat saja secara umum bagaimana sosok Muhammad Al-Fatih dalam pergerakannya. Muhammad Al-Fatih lahir pada tanggal 29 Maret 1432 dari pasangan Sultan Murad II dan Huma Hatun.

Sejak kecil Muhammad Al-Fatih mendapatkan pendidikan yang cukup baik dari kedua orang tua nya. Pendidikan Muhammad Al-Fatih meliputi Agama, Sejarah, Politik, Hadis, Fiqih, Matematika, Falaq, dan Strategi Perang. Salah satu yang menjadi guru Muhammad Al-Fatih adalah Syeikh Ahmad bin Ismail al Kurani, seorang ulama yang memberikan pendidikan Al-Quran kepada Muhammad Al-Fatih, dan tidak heran sejak kecil Mehmed II ini sudah menjadi Hafizh Qur’an.

Pendidikan, lingkungan, dan ilmu pengetahuan tersebutlah yang membangun karakter seorang Muhammad Al-Fatih. Seorang raja dengan kearifan dan kebijaksanaannya terbukti setelah penaklukkan Konstantinopel, non muslim disana tidak dibunuh dan juga tidak diusir, malahan hidup berdampingan secara damai. Esensi tersebutlah sebenarnya yang diajarkan dalam Islam dan tersirat dalam akhlak seorang pemimpin seperti Muhammad Al-Fatih.

Selama berkuasa yakni sejak tahun 1451 s.d 1484, Sultan Mehmad II telah membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah dan 59 tempat pemandian di berbagai wilayah kerajaan Ustmani. Salah satu peninggalannya yang terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub Al-Anshari.

Jika kita perhatikan dari kisah ini, pendidikan karakter yang gaungkan oleh pemerintah kita tidak jauh dari apa yang telah berlaku pada masa-masa sebelumnya. Hanya saja perbedaan terdapat pada implementasi program tersebut, apakah hanya sebatas program atau terwujud dengan sempurna di masyarakat. Tentu dalam pendidikan karakter ini yang berperan bukan saja sekolah, namum faktor keluarga, lingkungan, dan circle pertemanan juga menentukan hasil dari pendidikan tersebut.

Output atau capaian dari pendidikan karakter tersebut adalah membangun karakter anak sejak kecil meliputi religius, nasionalis, integritas, mandiri, dan kebersamaan atau gotong royong. Dengan adanya pembinaan sejak dini, diharapkan generasi sekarang mempunyai kematangan karakter dalam memimpin dimasa depan. Memberantas korupsi pada dasarnya sangat sulit, salahsatu metode pemberantasannya adalah dengan memutuskan generasi yang telah tercemar tersebut dengan cara mempersiapkan generasi yang bersih dan siap memimpin. Salah satu karakter yang dinilai lengkap, bisa diambil pembelajarannya dari sejarah Muhammad Al-Fatih.

Materi ini disampaikan dalam Kajian Subuh pada 3 Ramadhan 1444 H di Masjid Jamik Rawa-Susoh, Aceh Barat Daya.

Penulis adalah pegiat literasi, berdomisili di Susoh Aceh Barat Daya.