SIGUPAINEWS.COM|BANDA ACEH – Pemuda Muslimin Indonesia Wilayah Aceh mengutarakan keprihatinan serius terkait kebijakan yang mewajibkan anggota Paskibraka Nasional asal Aceh untuk melepas hijab.
Karena menurut Pemuda Muslimin, Aceh sebagai provinsi dengan kekhususan dalam penerapan syariat Islam, menjadikan hijab sebagai elemen integral dalam menjalankan keyakinan tersebut.
“Mewajibkan anggota Paskibraka melepas hijab tidak hanya merongrong hak konstitusional mereka, tapi juga melukai hak spiritual sebagai umat Islam,” ujar Ketua Pemuda Muslimin Indonesia Wilayah Aceh, Yulizar Kasma, M.Si., melalui Keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Kamis (15/8/2024)
Menyikapi kebijakan tersebut, Pemuda Muslimin Aceh mendesak Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk segera meninjau ulang aturan itu.
“Menjalankan ajaran agama adalah bagian dari nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Kami meminta BPIP mempertimbangkan kembali kebijakan ini demi menjunjung tinggi keberagaman dan kebebasan beragama di Indonesia,” desaknya.
Menurut Pemuda Muslimin Aceh, memaksa pelepasan hijab bagi anggota Paskibraka tidak hanya mengingkari hak individu untuk melaksanakan ajaran keyakinannya, tapi juga bertentangan dengan semangat kebhinekaan dan toleransi yang menjadi fondasi bangsa ini.
“Hijab merupakan bagian identitas dan keyakinan yang tak seharusnya dikesampingkan dalam acara kenegaraan apapun,” tambahnya.
Pemuda Muslimin Indonesia Wilayah Aceh berharap agar pihak-pihak berwenang segera mengambil langkah konkrit untuk merevisi ketentuan tersebut sehingga sejalan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
“Menghormati kebebasan beragama dan budaya lokal diyakini akan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,” tegas putra Kuala Batee, Abdya yang juga Akademisi Universitas Teuku Umar tersebut.
Sebagai upaya konkret, Pemuda Muslimin Aceh menegaskan pentingnya mempertimbangkan semua aspek keberagaman saat merumuskan kebijakan publik. Mereka mengajak BPIP dan instansi terkait lainnya untuk secara dialogis mencari solusi yang tidak menimbulkan ketegangan sosial dan tetap menghormati hak-hak setiap warga negara.
“Memperjuangkan hak beragama bukan hanya tugas pemerintah, namun tanggung jawab semua lapisan masyarakat demi menjaga harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.(*)